PERIJINAN PROYEK PERUMAHAN

Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2021 Tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2016 Tentang Penyelenggaraan Perumahan dan Kawasan Permukiman, memuat pengaturan mengenai skala perijinan perumahan. Skala perijinan perumahan dibedakan menjadi 4 kategori yaitu:

  1. Skala kecil, yaitu perumahan dengan luas lahan kurang dari atau sama dengan 25 hektare.
  2. Skala menengah, yaitu perumahan dengan luas lahan di atas 25 hektar hingga 50 hektare.
  3. Skala besar, yaitu perumahan dengan luas lahan di atas 50 hektar hingga 500 hektare.
  4. Skala khusus, yaitu perumahan dengan luas lahan di atas 500 hektare.

Setiap skala perijinan perumahan memiliki persyaratan dan prosedur yang berbeda. Semakin besar skala perumahan, maka semakin banyak perizinan yang harus dipenuhi oleh pengembang. Namun, dalam aturan terbaru Pemerintah, untuk skala kecil dengan luas lahan antara 1 sampai 25 hektar, hanya dibutuhkan 8 jenis perizinan yang harus dipenuhi dengan waktu penyelesaian hanya 9 hari kerja. (jika seluruh persyaratan asumsinya bisa 100% dipenuhi)

Adapun jenis-jenis perizinan yang harus dipenuhi oleh pengembang pada skala kecil maupun pada skala perijinan perumahan lainnya diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2021, yaitu antara lain izin lingkungan setempat, izin rencana umum tata ruang, izin pemanfaatan lahan, izin prinsip, izin lokasi, izin badan lingkungan hidup, izin dampak lalu lintas, dan izin pengesahan site plan.

Pertama, pengembang harus memperoleh izin lingkungan yang dikeluarkan oleh Dinas Lingkungan Hidup (DLH) setempat. Izin ini diperlukan untuk memastikan bahwa proyek perumahan tidak akan merusak lingkungan sekitar.

Kedua, pengembang harus memperoleh izin rencana umum tata ruang dari Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BPPD) setempat. Izin ini diperlukan untuk memastikan bahwa proyek perumahan sesuai dengan rencana tata ruang yang telah ditetapkan.

Ketiga, pengembang harus memperoleh izin pemanfaatan lahan yang dikeluarkan oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN) setempat. Izin ini diperlukan untuk memastikan bahwa lahan yang digunakan untuk proyek perumahan adalah lahan yang sah dan tidak bertentangan dengan hukum.

Keempat, pengembang harus memperoleh izin prinsip dari Dinas Perumahan dan Kawasan Permukiman (PERKIM) setempat. Izin ini diperlukan untuk memastikan bahwa proyek perumahan sesuai dengan peraturan yang berlaku dan memenuhi standar yang ditetapkan.

Kelima, pengembang harus memperoleh izin lokasi yang dikeluarkan oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN) setempat. Izin ini diperlukan untuk memastikan bahwa lokasi proyek perumahan sesuai dengan rencana tata ruang dan peruntukan lahan yang telah ditetapkan.

Keenam, pengembang harus memperoleh izin dari Badan Lingkungan Hidup (BLH) setempat terkait dampak lingkungan yang akan dihasilkan dari proyek perumahan. Izin ini diperlukan untuk memastikan bahwa proyek perumahan tidak akan memberikan dampak negatif terhadap lingkungan.

Ketujuh, pengembang harus memperoleh izin dampak lalu lintas yang dikeluarkan oleh Dinas Perhubungan (DISHUB) setempat. Izin ini diperlukan untuk memastikan bahwa proyek perumahan tidak akan memberikan dampak negatif terhadap lalu lintas di sekitar lokasi proyek.

Terakhir, pengembang harus memperoleh izin pengesahan site plan yang dikeluarkan oleh Dinas Perumahan dan Kawasan Permukiman (PERKIM) setempat. Izin ini diperlukan untuk memastikan bahwa site plan proyek perumahan telah memenuhi persyaratan yang ditetapkan oleh peraturan yang berlaku.

1. Izin Lingkungan Setempat

Izin Lingkungan Setempat adalah salah satu persyaratan yang harus dipenuhi oleh pengembang untuk mendapatkan izin perumahan skala kecil sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2021. Izin ini diberikan kepada setiap orang yang melakukan Usaha dan/atau Kegiatan yang wajib Amdal atau UKL-UPL dalam rangka perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup sebagai prasyarat memperoleh izin Usaha dan/atau Kegiatan.

Untuk memperoleh izin lingkungan setempat, pengembang perumahan skala kecil harus memenuhi beberapa syarat pengajuan izin, di antaranya:

  1. Surat pengantar permohonan izin lingkungan yang diketik di atas kop surat perusahaan pemrakarsa dan dilengkapi dengan tanda tangan pemrakarsa.
  2. Mengisi formulir UKL-UPL/DPLH yang disusun sesuai dengan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 16 tahun 2012 tentang Pedoman Penyusunan Dokumen Lingkungan Hidup. Formulir tersebut harus diisi atas nama pemrakarsa sesuai dengan usaha dan/atau kegiatan yang diajukan permohonan izinnya.
  3. Melampirkan profil perusahaan dan/atau kegiatan pemrakarsa, yang berisi informasi terkait nama, alamat, jenis usaha dan/atau kegiatan yang dijalankan, jumlah tenaga kerja, dan hal-hal lain yang berkaitan dengan perusahaan dan/atau kegiatan pemrakarsa.
  4. Melampirkan akta notaris atas nama perusahaan pemrakarsa, sebagai bukti bahwa perusahaan tersebut telah terdaftar dan sah berdiri sesuai dengan hukum yang berlaku.

Pengembang juga harus memperhatikan ketentuan-ketentuan lain yang berkaitan dengan lingkungan hidup dalam melaksanakan pembangunan perumahan skala kecil. Salah satu contohnya adalah melakukan pengelolaan sampah secara teratur dan memperhatikan dampak yang ditimbulkan pada lingkungan sekitar. Dengan memenuhi persyaratan izin lingkungan setempat, diharapkan pengembang dapat melaksanakan pembangunan perumahan skala kecil secara bertanggung jawab dan memperhatikan dampak lingkungan yang mungkin timbul.

2. Izin Rencana Umum Tata Ruang

Izin rencana umum tata ruang adalah perizinan yang diperlukan oleh pengembang atau perusahaan untuk merencanakan pemanfaatan ruang dalam suatu wilayah. Izin ini dikeluarkan oleh Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) di setiap provinsi atau kabupaten/kota. Penerbitan izin ini bertujuan untuk mengatur penggunaan ruang dan menghindari benturan antarkepentingan penggunaan lahan yang dapat mengganggu keseimbangan lingkungan dan kepentingan masyarakat.

Berikut adalah persyaratan untuk mendapatkan izin rencana umum tata ruang:

  1. Surat permohonan dari pengembang atau perusahaan pemrakarsa yang ditujukan kepada Kepala DPMPTSP Provinsi atau Kabupaten/Kota.
  2. Rencana umum tata ruang yang sudah disetujui oleh Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Provinsi atau Kabupaten/Kota. Rencana ini meliputi peta wilayah yang akan dibangun, rencana pemakaian lahan, serta rincian infrastruktur yang akan dibangun.
  3. Bukti kepemilikan lahan atau surat perjanjian sewa-menyewa, apabila pengembang tidak memiliki hak atas tanah tersebut.
  4. Surat izin dari pihak terkait, seperti izin lingkungan dan izin prinsip.
  5. Rencana pembiayaan yang akan digunakan untuk pembangunan proyek.

Setelah persyaratan tersebut terpenuhi, maka pengembang dapat mengajukan permohonan izin rencana umum tata ruang ke DPMPTSP Provinsi atau Kabupaten/Kota. Dalam proses pengajuan, DPMPTSP akan melakukan evaluasi terhadap rencana tata ruang yang diajukan dan memeriksa kelengkapan dokumen yang dibutuhkan. Jika persyaratan sudah terpenuhi dan rencana tata ruang sudah sesuai dengan ketentuan yang berlaku, maka izin rencana umum tata ruang akan diterbitkan.

3. Izin Pemanfaatan Lahan (IPL)

Izin Pemanfaatan Lahan (IPL) adalah izin yang diberikan oleh Pemerintah setempat kepada perusahaan atau perorangan yang ingin memanfaatkan lahan sesuai dengan peruntukannya. Izin ini bertujuan untuk memastikan bahwa pemanfaatan lahan dilakukan secara sesuai dengan ketentuan perundang-undangan dan tidak merugikan masyarakat sekitar.

Untuk memperoleh izin pemanfaatan lahan, terdapat beberapa persyaratan yang harus dipenuhi oleh pemohon. Pertama, pemohon harus mengisi formulir permohonan dan melampirkan fotokopi KTP atau identitas pemohon lainnya yang masih berlaku. Jika pemohon merupakan badan hukum atau badan usaha, harus dilampirkan juga fotokopi Akta Pendirian dan Pengesahan serta Akta Perubahan bila ada.

Selanjutnya, pemohon harus melampirkan fotokopi bukti kepemilikan tanah atau surat keterangan penguasaan tanah, serta fotokopi SPPT tahun terakhir. Pemohon juga harus menyertakan persetujuan tetangga jika kegiatan yang dilakukan berdampak pada tetangga sekitar.

Pemohon juga harus menyertakan gambar rencana tata letak bangunan atau gambar situasi/orientasi yang sesuai dengan peruntukannya. Jika kegiatan yang dilakukan memerlukan dokumen lingkungan AMDAL/UKL-UPL/SPPL, maka dokumen tersebut juga harus dilampirkan.

Selain itu, pemohon juga harus melampirkan izin Lingkungan untuk kegiatan yang dipersyaratkan AMDAL/UKL-UPL serta surat persetujuan pemanfaatan ruang dari Walikota untuk kegiatan tertentu sesuai dengan pelimpahan kewenangan. Pemohon juga harus memperoleh rekomendasi penggunaan lahan dari Bappeda untuk kegiatan tertentu sesuai dengan pelimpahan kewenangan. Terakhir, jika diperlukan, pemohon dapat menyertakan surat kuasa apabila dikuasakan pengurusannya.

4. Izin Prinsip

Izin Prinsip masih diperlukan dalam beberapa kasus, terutama terkait dengan rencana pembangunan besar. Oleh karena itu, saya akan menjelaskan persyaratan untuk Izin Prinsip.

Izin Prinsip adalah izin awal yang dikeluarkan oleh pemerintah untuk mengkonfirmasi bahwa proyek yang diusulkan sesuai dengan rencana tata ruang dan rencana pembangunan wilayah yang berlaku. Proyek yang membutuhkan Izin Prinsip biasanya adalah proyek besar dan kompleks seperti perumahan, pusat perbelanjaan, atau pabrik.

Untuk memperoleh Izin Prinsip, beberapa persyaratan yang harus dipenuhi, antara lain:

  1. Proposal proyek yang jelas dan rinci, mencakup informasi tentang tujuan, ruang lingkup, dampak lingkungan, dan waktu pelaksanaan proyek.
  2. Dokumen tata ruang dan rencana pembangunan wilayah yang berlaku di daerah tersebut.
  3. Surat izin dari pemilik lahan atau hak atas tanah.
  4. Studi kelayakan investasi yang memperlihatkan potensi keuntungan dari proyek.
  5. Rencana pengelolaan lingkungan hidup (UKL-UPL atau AMDAL) jika proyek tersebut berpotensi menimbulkan dampak negatif pada lingkungan.

Setelah memenuhi semua persyaratan, pemohon harus mengajukan permohonan Izin Prinsip ke Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) di daerah tersebut. Permohonan akan diproses oleh BAPPEDA dan harus melibatkan beberapa pihak terkait, seperti Dinas Tata Ruang dan Permukiman, Dinas Lingkungan Hidup, dan Dinas Pekerjaan Umum. Jika permohonan disetujui, pemohon akan menerima Izin Prinsip yang menyatakan bahwa proyek tersebut memenuhi persyaratan rencana tata ruang dan rencana pembangunan wilayah yang berlaku.

5. Izin Lokasi

Program Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang (PKKPR) adalah salah satu bentuk perubahan dalam proses perijinan perumahan di Indonesia yang diperkenalkan oleh Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) pada tahun 2020. PKKPR menggantikan ijin lokasi dalam proses perijinan perumahan.

Ijin lokasi sebelumnya merupakan persyaratan penting yang harus dipenuhi oleh pengembang perumahan untuk memulai pembangunan perumahan. Ijin lokasi dikeluarkan oleh pemerintah daerah setelah dilakukan evaluasi terhadap proposal pengembang perumahan yang diajukan. Namun, proses pengajuan ijin lokasi ini seringkali memakan waktu yang lama dan membingungkan bagi para pengembang perumahan.

PKKPR diharapkan dapat mempermudah proses perijinan perumahan dengan mengintegrasikan proses evaluasi kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang. Dalam PKKPR, pengembang perumahan diminta untuk mengajukan dokumen kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang kepada Kementerian ATR/BPN. Dokumen ini berisi analisis dampak lingkungan, analisis risiko bencana, dan rencana pengelolaan lingkungan hidup yang akan dilakukan oleh pengembang perumahan.

Setelah menerima dokumen ini, Kementerian ATR/BPN akan melakukan evaluasi terhadap dokumen tersebut dalam waktu 14 hari kerja. Jika dokumen dinyatakan memenuhi syarat, maka pengembang perumahan dapat melanjutkan proses perijinan di pemerintah daerah.

Dalam hal ini, PKKPR diharapkan dapat mempercepat proses perijinan perumahan dengan memperkecil risiko konflik kepentingan antara pengembang perumahan dan pemerintah daerah. PKKPR juga diharapkan dapat meningkatkan transparansi dalam proses perijinan perumahan dan memperkuat perlindungan lingkungan hidup.

Sesuai dengan amanat UU Ciptaker, dengan adanya kemudahan perizinan ditujukan untuk berbagai macam pemilik usaha termasuk juga UMKM. Dalam PP 21 tahun 2021, dijelaskan bahwa dalam proses penerbitan PKKPR ini harus sesuai dengan Rencana Tata Ruang atau RTR, salah satu terobosannya yaitu PKKPR sebagai dasar perizinan yang posisinya ada di hulu dan sampai saat ini RTR menjadi acuan tunggal di lapangan.

Program Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang atau PKKPR adalah sebuah jenis perizinan yang bisa menjadi acuan baru untuk melakukan perizinan usaha, yang bisa dijadikan sebagai pengganti izin lokasi dan juga izin pemanfaatan ruang dalam membangun serta mengurus tanah.

Berikut adalah persyaratan yang diperlukan untuk mendapatkan PKKPR sesuai dengan Pasal 60 ayat (1) Peraturan Pemerintah No. 21 Tahun 2021 tentang Rencana Tata Ruang:

  1. Permohonan PKKPR yang dilakukan oleh pemohon harus dilengkapi dengan dokumen pendukung yang mencakup; (Surat permohonan PKKPR yang ditujukan kepada Bupati/Walikota/Kepala Daerah yang berwenang, Bukti kepemilikan tanah atau hak atas tanah yang dimiliki oleh pemohon, Rencana tata ruang dan zonasi di daerah yang bersangkutan, Denah lokasi serta rencana pemanfaatan ruang dan bangunan, Rencana manajemen lingkungan dan sosial )
  1. Perizinan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perizinan yang berlaku.
  2. Pemohon harus membayar biaya administrasi dan retribusi sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
  3. PKKPR diterbitkan berdasarkan hasil verifikasi dan evaluasi terhadap kelengkapan dokumen pendukung serta pertimbangan terhadap dampak lingkungan dan sosial yang mungkin timbul dari pemanfaatan ruang dan bangunan.
  4. PKKPR berlaku selama 5 tahun sejak tanggal diterbitkan dan dapat diperpanjang dengan syarat masih memenuhi ketentuan dan persyaratan yang berlaku.

Penerbitan PKKPR ini bisa diberikan jika sudah melalui pertimbangan Forum Penataan Ruang. Biasanya, Menteri melalui Direktur Jenderal Tata Ruang akan menerbitkan PKKPR yang bisa berupa keputusan, yakni:

– Disetujui yakni bisa disetujui semuanya atau disetujui sebagian
– Ditolak, yakni biasanya akan disertai dengan alasan penolakan

Penerbitan PKKPR ini biasanya memerlukan waktu paling lambat 20 hari dari waktu persyaratan permohonan serta pembayaran penerimaan negara bukan pajak yang telah diterima, (Pasal 15 ayat (2) Permen ATRBPN 13/2021).

6. Izin Badan Lingkungan Hidup

Izin Badan Lingkungan Hidup (BLH) adalah salah satu persyaratan yang harus dipenuhi dalam proses perizinan perumahan. Izin ini diberikan oleh kepala daerah berdasarkan hasil evaluasi Dokumen Lingkungan Hidup (DLH) yang telah disusun oleh pemohon.

Dalam menyusun DLH, terdapat beberapa hal yang harus dipertimbangkan seperti potensi dampak lingkungan dari proyek perumahan, cara pengelolaan limbah, pengelolaan sumber daya alam, serta aspek sosial dan ekonomi masyarakat sekitar.

Dalam konteks perumahan, beberapa persyaratan yang harus dipenuhi untuk mendapatkan izin BLH antara lain:

  1. Menyusun Dokumen Lingkungan Hidup (DLH): Pemohon harus menyusun DLH yang memuat informasi tentang dampak lingkungan yang mungkin terjadi akibat pembangunan perumahan, serta rencana pengelolaan lingkungan yang akan dilakukan. DLH harus disusun sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan harus dinyatakan lengkap dan sah oleh instansi yang berwenang.
  2. Melengkapi persyaratan administratif: Selain menyusun DLH, pemohon juga harus melengkapi persyaratan administratif lain seperti surat permohonan, surat persetujuan pemilik lahan, rencana tata ruang, dan surat izin dari instansi terkait.
  3. Menerapkan pengelolaan limbah yang ramah lingkungan: Pemohon harus menyediakan fasilitas pengolahan limbah yang memenuhi standar yang ditetapkan oleh pemerintah. Pemohon juga harus menerapkan sistem pengelolaan limbah yang ramah lingkungan untuk mengurangi dampak buruk terhadap lingkungan.
  4. Menjaga kualitas air dan udara: Pemohon harus memastikan bahwa pembangunan perumahan tidak akan merusak kualitas air dan udara di sekitar perumahan. Pemohon harus menyediakan fasilitas pengelolaan air dan udara yang memenuhi standar yang ditetapkan oleh pemerintah.
  5. Memperhatikan aspek sosial dan ekonomi: Pemohon harus memperhatikan aspek sosial dan ekonomi masyarakat sekitar perumahan. Hal ini dapat dilakukan dengan memberdayakan masyarakat setempat dalam proses pembangunan perumahan atau dengan memberikan dampak positif bagi masyarakat sekitar.

Setelah persyaratan di atas terpenuhi, maka pemohon dapat mengajukan permohonan izin BLH ke kepala daerah setempat. Selanjutnya, kepala daerah akan melakukan evaluasi terhadap DLH yang disusun oleh pemohon dan memberikan izin BLH jika DLH telah memenuhi persyaratan yang ditetapkan. Izin BLH ini akan menjadi dasar bagi pemohon untuk melanjutkan proses perizinan perumahan.

7. Izin Dampak Lalu Lintas

Izin Dampak Lalu Lintas atau Andalalin merupakan persyaratan yang harus dipenuhi dalam proses perizinan pembangunan properti. Izin ini diberikan oleh Badan Pengelola Transportasi Jakarta (BPTJ) untuk DKI, atau di wilayah lain oleh Dinas Perhubungan. Setelah melakukan analisis dampak lalu lintas akibat pembangunan properti yang direncanakan.

Dalam proses pengajuan izin Andalalin, terlebih dahulu dilakukan analisis dampak lalu lintas (Andalalin). Analisis ini akan mengevaluasi dampak dari rencana pembangunan properti terhadap kelancaran arus lalu lintas, keamanan, dan keselamatan di sekitar lokasi. Setelah dilakukan analisis, hasil dari Andalalin akan menjadi dasar untuk menyusun rencana mitigasi yang diperlukan untuk mengatasi dampak negatif dari rencana pembangunan properti.

Adapun persyaratan yang diperlukan untuk mendapatkan izin Andalalin, antara lain:

  1. Surat permohonan izin Andalalin yang ditujukan kepada Kepala BPTJ;
  2. Dokumen rencana tata letak bangunan, denah, dan spesifikasi teknis bangunan;
  3. Laporan Andalalin yang meliputi analisis dampak lalu lintas, analisis kapasitas jalan, analisis kinerja simpang, dan rencana mitigasi dampak lalu lintas;
  4. Izin prinsip atau rekomendasi dari instansi terkait, seperti Dinas Perhubungan, Dinas Tata Kota, dan Dinas Lingkungan Hidup.

Setelah persyaratan di atas terpenuhi dan rencana mitigasi telah disusun, BPTJ akan melakukan evaluasi dan memberikan izin Andalalin jika rencana mitigasi dinilai memadai dan dapat mengurangi dampak negatif dari pembangunan properti terhadap kelancaran arus lalu lintas, keamanan, dan keselamatan di sekitar lokasi.

8. Izin Pengesahan Site Plan

Izin pengesahan site plan merupakan persyaratan penting dalam proses perizinan pembangunan perumahan dan properti. Site plan sendiri merupakan gambaran mengenai desain tata ruang dari proyek pembangunan, termasuk lokasi bangunan, jalur akses, dan fasilitas umum yang tersedia di dalamnya.

Berikut adalah beberapa persyaratan yang harus dipenuhi untuk mendapatkan izin pengesahan site plan:

  1. Surat Permohonan Permohonan izin pengesahan site plan harus disertai dengan surat permohonan yang diajukan oleh pengembang atau pemilik lahan kepada pihak berwenang.
  2. Fotokopi KTP Pemohon Pemohon harus menyertakan fotokopi KTP sebagai tanda identitas diri.
  3. Fotokopi Bukti Kepemilikan/Legalitas Lahan Dalam permohonan ini, pengembang atau pemilik lahan harus menyertakan fotokopi dokumen yang menunjukkan kepemilikan atau legalitas lahan yang akan dibangun.
  4. Fotokopi Surat Keterangan Bebas Banjir Fotokopi surat keterangan bebas banjir juga harus disertakan sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan izin pengesahan site plan.
  5. Fotokopi Izin Lokasi Fotokopi izin lokasi dari Badan Pertanahan Nasional (BPN) atau pihak yang berwenang juga harus dilampirkan dalam permohonan izin pengesahan site plan.
  6. Profil Perusahaan Permohonan juga harus disertai dengan profil perusahaan, termasuk akte pendirian perusahaan, fotokopi perubahan terakhir akte pendirian perusahaan (jika ada perubahan), fotokopi Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP), fotokopi Surat Izin Usaha Industri (SIUI), fotokopi Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) perusahaan, dan fotokopi Surat Izin Tempat Usaha (SITU).
  7. Fotokopi Izin Lingkungan/SPPL Fotokopi izin lingkungan atau Surat Pernyataan Penilaian Lingkungan (SPPL) juga harus dilampirkan dalam permohonan ini.
  8. Gambar Rencana Site Plan Site plan yang direncanakan harus disertai dengan gambar rencana site plan yang jelas dan detail.
  9. Gambar Desain Bangunan Perumahan Selain gambar rencana site plan, gambar desain bangunan perumahan yang direncanakan juga harus disertakan dalam permohonan izin pengesahan site plan.
  10. Rekomendasi PLN dan PDAM Permohonan ini juga harus disertai dengan rekomendasi dari Perusahaan Listrik Negara (PLN) dan Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) yang menunjukkan ketersediaan pasokan listrik dan air di lokasi yang akan dibangun.

Dalam mendapatkan izin pengesahan site plan, pengembang atau pemilik lahan harus memastikan bahwa semua persyaratan telah dipenuhi dan mempersiapkan dokumen dengan baik agar dapat mempercepat proses perizinan.

Proses pengesahan site plan di Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) biasanya melalui beberapa tahapan sebagai berikut:

  1. Pemeriksaan Berkas Permohonan Pada tahap ini, petugas di Dinas PUPR akan melakukan pemeriksaan berkas permohonan yang diajukan oleh pemohon. Berkas tersebut meliputi surat permohonan, fotokopi KTP pemohon, fotokopi bukti kepemilikan/legalitas lahan, fotokopi surat keterangan bebas banjir, fotokopi izin lokasi, profil perusahaan, fotokopi izin lingkungan/SPPL, gambar rencana site plan, gambar desain bangunan perumahan, dan rekomendasi PLN dan PDAM.
  2. Verifikasi Lapangan Setelah berkas permohonan dinyatakan lengkap, maka petugas dari Dinas PUPR akan melakukan verifikasi lapangan untuk memastikan bahwa lokasi sesuai dengan rencana site plan yang diajukan.
  3. Evaluasi Site Plan Setelah verifikasi lapangan selesai dilakukan, maka petugas akan melakukan evaluasi terhadap rencana site plan yang diajukan. Evaluasi ini meliputi pengecekan terhadap kelengkapan dan kesesuaian dengan peraturan-peraturan yang berlaku. Mengundang pihak pengembang untuk mempresentasikan rencana siteplan dan pembangunan yang akan dilakukan, memberikan masukan, koreksi dan pertimbangan-pertimbangan teknis yang diperlukan.
  4. Penetapan Izin Jika rencana site plan telah dinyatakan memenuhi persyaratan dan mendapat persetujuan dari petugas Dinas PUPR, maka pemohon akan diberikan izin pengesahan site plan. Izin tersebut diterbitkan oleh Kepala Dinas PUPR setelah melalui proses penandatanganan dan legalisasi dokumen.

Proses di atas dapat berbeda-beda tergantung dari aturan dan kebijakan yang berlaku di setiap daerah.

Pengembang properti perlu selalu memantau dan mengikuti perubahan peraturan dan persyaratan perijinan yang dikeluarkan oleh pemerintah terkait pengembangan properti. Hal ini dikarenakan setiap peraturan yang dikeluarkan oleh pemerintah selalu berdasarkan pada kebijakan dan regulasi terkini yang berlaku.

Jika pengembang tidak mengikuti perubahan peraturan dan persyaratan perijinan yang dikeluarkan oleh pemerintah, maka hal ini dapat berdampak pada proses perijinan dan pengembangan properti yang akan memakan waktu lebih lama dan membutuhkan biaya yang lebih besar. Selain itu, pengembang juga dapat menghadapi sanksi atau hambatan dari pihak berwenang jika tidak memenuhi persyaratan perijinan yang ditetapkan. Oleh karena itu, penting bagi pengembang untuk selalu memperbarui pengetahuan mereka mengenai regulasi dan persyaratan perijinan terbaru yang berlaku dalam pengembangan properti.

Rekomendasi Pelaksana Proses / Kuasa Perijinan

Terdapat beberapa pihak yang dapat membantu developer dalam pengurusan perijinan perumahan, di antaranya:

  1. Konsultan Perencana dan Desain: Konsultan ini dapat membantu developer dalam merencanakan dan mendesain perumahan yang sesuai dengan aturan dan regulasi yang berlaku, sehingga memudahkan proses perijinan.
  2. Notaris Spesialis Properti: Notaris atau rekan notaris yang memiliki keahlian dalam hukum properti dapat membantu developer dalam mengurus dan memahami proses perijinan perumahan, serta memberikan saran dan pendapat hukum yang diperlukan.
  3. Perusahaan Konsultan Hukum: Perusahaan konsultan hukum yang memiliki spesialisasi dalam hukum properti dapat membantu developer dalam hal-hal yang berkaitan dengan perizinan perumahan, seperti pengajuan izin pembangunan, izin lingkungan, dan izin-izin lainnya.
  4. Konsultan Manajemen Proyek: Konsultan ini dapat membantu developer dalam mengelola proses perijinan perumahan, termasuk mengawasi proses pengajuan izin dan memastikan bahwa proses ini berjalan dengan efisien.
  5. Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) atau Pemerintah Daerah: BUMD atau pemerintah daerah dapat membantu developer dalam proses perijinan perumahan, terutama dalam hal pengajuan izin pembangunan dan proses pengurusan izin lainnya yang berkaitan dengan perumahan.
  6. Lembaga Pemeriksa Independen: Lembaga ini dapat membantu developer dalam memastikan bahwa perumahan yang akan dibangun memenuhi standar kualitas dan keselamatan yang ditetapkan oleh pemerintah, sehingga proses perijinan dapat berjalan dengan lancar.
  7. Asosiasi Pengembang Properti: Asosiasi ini dapat memberikan dukungan dan informasi kepada developer mengenai proses perijinan perumahan, serta membantu mengadvokasi kepentingan pengembang properti kepada pemerintah dan masyarakat.

Kesimpulan dan Saran

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2021 Tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2016 Tentang Penyelenggaraan Perumahan dan Kawasan Permukiman, proses perijinan perumahan diatur berdasarkan skala perumahan yang dibedakan menjadi empat kategori, yaitu skala kecil, menengah, besar, dan khusus. Setiap skala perijinan perumahan memiliki persyaratan dan prosedur yang berbeda. Skala kecil dengan luas lahan antara 1 sampai 25 hektar hanya memerlukan 8 jenis perizinan yang harus dipenuhi dengan waktu penyelesaian hanya 9 hari kerja.

Pengembang properti perlu memantau dan mengikuti perubahan peraturan dan persyaratan perijinan yang dikeluarkan oleh pemerintah terkait pengembangan properti. Hal ini dikarenakan setiap peraturan yang dikeluarkan oleh pemerintah selalu berdasarkan pada kebijakan dan regulasi terkini yang berlaku di negara tersebut. Jika pengembang tidak memenuhi persyaratan perijinan, maka proyek perumahan dapat dihentikan dan berpotensi merugikan pengembang secara finansial.

Saran yang dapat diberikan adalah pengembang perlu memahami setiap persyaratan perijinan dan prosedur yang harus diikuti dengan baik agar proses perijinan dapat berjalan lancar. Selain itu, pengembang juga perlu menjalin hubungan yang baik dengan instansi pemerintah terkait untuk mempercepat proses perijinan. Pengembang juga perlu memperhatikan faktor lingkungan dan sosial dalam pengembangan properti untuk meminimalkan dampak negatif terhadap lingkungan dan masyarakat sekitar.

109DPM