Kaya dan Miskin adalah netral, manusia yg memberinya nilai.
Dalam kehidupan, kaya dan miskin adalah status yang sering dianggap sebagai penentu nilai seseorang. Padahal, keduanya hanyalah peran yang diberikan Sang Pencipta. Nilai sesungguhnya datang dari bagaimana manusia menjalani peran itu. Sebuah pepatah Arab berkata: “Jika kamu ingin mengetahui watak seseorang, lihatlah bagaimana dia bersikap ketika kaya dan miskin.” Saat kaya, seseorang bisa menjadi arogan atau dermawan. Ketika miskin, seseorang bisa bersabar atau penuh keluh kesah.
Hadis Tentang Memberi Hutang
Dalam Islam, memberi pinjaman kepada orang yang membutuhkan adalah amal yang sangat dianjurkan. Rasulullah saw. bersabda:
“Barang siapa memberi pinjaman kepada seseorang dua kali, maka dia seperti bersedekah sekali.” (HR. Ibnu Majah)
Hadis ini mengajarkan bahwa membantu sesama melalui hutang memiliki pahala yang besar, bahkan lebih besar dari sedekah. Sebab, hutang tidak hanya memberi bantuan materi tetapi juga mengajarkan tanggung jawab kepada penerimanya.
Sikap Terhadap Peminta-Minta
Bagaimana kita bersikap kepada orang yang meminta-minta? Islam mengajarkan untuk tidak langsung menolak. Namun, Rasulullah juga mengingatkan pentingnya bekerja:
“Seseorang lebih baik membawa tali dan mencari kayu bakar untuk dijual daripada meminta-minta kepada orang lain, baik diberi maupun ditolak.” (HR. Bukhari)
Sikap kita sebaiknya mengedukasi, bukan hanya memberi. Berikan motivasi untuk bekerja dan berusaha. Sebab, mengemis mencerminkan mentalitas yang buruk, jauh berbeda dengan mentalitas seorang penjual yang profesional. Menjual adalah upaya, sedangkan memelas adalah ketergantungan.
Mengemis vs Berjualan
Mengemis adalah mentalitas yang mengandalkan belas kasihan orang lain. Sebaliknya, menjual secara profesional melibatkan kreativitas, usaha, dan nilai tambah. Contohnya, seseorang yang menjual kerajinan tangan memperlihatkan kemampuan mengolah sumber daya. Tetapi jika seseorang hanya memelas, tanpa usaha menciptakan nilai, maka ia menyerahkan harga dirinya kepada belas kasihan orang lain.
Konsep Rusyda dalam Pengelolaan Harta
Konsep rusyda dalam Islam menekankan pentingnya kebijaksanaan dalam mengelola harta. Allah berfirman:
“Dan ujilah anak yatim itu sampai mereka cukup umur untuk menikah. Kemudian jika menurut pendapatmu mereka telah rusyda (cerdas dan bijak), maka serahkanlah harta kepada mereka.” (QS. An-Nisa: 6)
Rusyda berarti kemampuan mengelola dan mengembangkan harta dengan baik. Tidak sedikit kasus bantuan besar habis begitu saja karena penerima tidak memiliki mentalitas dan pengetahuan untuk mengelolanya. Sebaliknya, orang dengan rusyda mampu mengembangkan modal kecil menjadi penghidupan yang lebih baik.
Kisah Inspiratif
Ada dua orang yang mendapatkan bantuan masing-masing Rp10 juta. Orang pertama menggunakannya untuk belanja konsumtif. Dalam waktu tiga bulan, uangnya habis tanpa sisa. Orang kedua membeli peralatan untuk memulai usaha kecil, dan dalam setahun, ia mampu menggandakan modalnya. Perbedaannya ada pada mentalitas dan rusyda.
Kesimpulan
Kaya dan miskin adalah ujian yang sama-sama berat. Saat kaya, kita diuji dengan keikhlasan untuk berbagi. Saat miskin, kita diuji dengan kesabaran dan usaha. Islam mengajarkan bahwa harta harus diusahakan, bukan diterima dengan cuma-cuma. Sikap terbaik adalah mengembangkan potensi diri, bekerja keras, dan berbagi kepada sesama tanpa kehilangan kehormatan.
Sebagaimana Cak Nun pernah berkata, “Kekayaan sejati adalah ketika kita mampu memberi tanpa kehilangan apa pun, dan miskin sejati adalah ketika kita kehilangan segalanya meski memiliki segalanya.”
Leave a Reply